Aku yakin nanti malam Tari akan terbayang-bayang tentang kejadian di rumah Andi. Ku sms, “ayo sedang apa?” begitu bunyi smsku. “Belajar” katanya. “Belajar becinta” balasku.” Ah bapak biasa aja.” jawabnya “Kok bapak lagi. Mas dong.” Pintaku d isms. “ Oya mas Ahmad deh.” Katanya lewas sms.
Aku berjanji pagi-pagi menjemputnya tapi tidak dirumahnya hanya di tempat biasa Tari nunggu angkot jika mau pergi ke sekolah. Waktu yang ditunggu pun tiba. Aku melihat Tari sudah menungu. Dia langsung menaiki mobil zip katanaku. Didalam mobil aku mengajaknya untuk bolos sekolah. Dia pun setuju. Aku sangat yakin dia sangat ingin bermesraan denganku tapi malu. Aku mengajakmya ke rumahku, dia mengangguk. Di Surabaya aku tinggal serindirian di rumah yang dibeli ortuku yang hanya tingali jika keluargaku ke Surabaya. Rumahnya di kawasan elit. Saat ini berarti rumah ini menjadi milikku. Kalau bukan pengusaha pasti mungkin tak terbeli rumah sebagus itu.
Pas di depan rumahku aku turun membuka pagar garasi, mobilku masuk, pintu pagar garasi kembali kututup, lalu pintu garasi dalam kubuka, mobil masuk dan kututup kembali dari dalam. Pagar sudah tekunci. Pintu garasi tertutup. Aku bukakan pintu Katana ayo tuun Taripun turun, dari dalam garasi ada pintu dalam yang tembus ke ruang tengah dan dapur. Ku buka sepatuku dan kutaruh di rak sepatu. Tari pun mengikuti dan meletakkan sepatu MBnya di rak tersebut. Ketika dia berbalik dia kaget, saat mataku menatapnya. Sesaat kami berdiri kaku saling memandang, kuteguk air liurkku sejenak, Taripun menundukkan kepala. Kupegang kedua tangannya.
“Aku sayang kamu, Ri.” Bisikku. Tubuh Taipun langsung lunglai mendekapku tak bisa berkata apa apa. Spontan kedua tanganku membalasnya dengan pelukan mesra. Sesaat kami saling memeluk saling menumpahkan rasa sayang. Kubelai rambutnya yang panjang sepunggung. Lembut dan harum. Birahi nakalkupun tumbuh saat tangan kiriku merasakan tali bh dibelakang punggung yang tebalut baju seragam putihnya tanpa mengenakan kaos dalam, sehingga terlihat jelas tranparan dari depan bhnya yang berwarna cream.
Kuangkat dagunya dgn tangan kananku. Sesaat mata Tari yang sayu memandang kemudian memejam dan secara naluri bibirnya yang merekah kukecup. Terdengar desahan napasnya yang mengemuruh. Aku yakin dia baru pertama kali melakukan ini. Beda dengan ku yang sudah terlalu sering memerawani gadis. Tentunya dengan Tari memang sangat bebeda. Biasanya aku selalu dapat cewek yang agresif dan liar. SemenTari Tari begitu pasrah dan lugu. Dekapan tanganyapun semakin erat kurasakan ketubuh seolah dia ingin menyatu dengan tubuhku
Tangan kananku mulai turun dan mengusap pinggulnya yang masih tebalut rok abu-abu. Terasa olehku garis pinggir celana dalamnya yang menyiplak di bagian luar roknya. Inilah membuat penisku tegang. Pikiranku mulai ngeres. Apalai dia begitu pasrah saat bibirku menyapu lehernya yang jenjang terus ke bawah , tanganku membuka satu kancing atas baju seragamnya hingga memudahkan bibirku menyapu belahan dadanya. Dia pasrah tak menolak sama sekali. Kubuka satu kancing atas baju putih itu sehingga branya yang cream cerah itu terlihat menutupi dengan indahnya buah dadanya yang padat berisi. Kurasakan dengan hidungku pinggiran branya , kucium bagian tengah branya yang tipis hingga bibirkupun merasakan puting itu dari balik bhnya yang terbuat dari bahan kaos dengan sedikit berenda bunga dipinggirnya membuat bh itu begitu indah untuk dipandang. Kudengar jantungnya berdegup kencang, dadanya turun naik, napasnya begemuruh keras menandanya dia sudah masuk di pinggir surga. Kalau sudah begini biasanya cewek manapun akan pasrah untuk diapakan saja, yang jelas akan senang untuk dibawah melayang ke surga dunia. Inilah yang sebut nafsu birahi. Tentu bagiku yang banyak makan asam garam bermain seks, tidak ingin kuselesaikan permain ini selekasnya seperti pengalaman saat aku di Jakata atau kuliah di negeri orang. Ini pengalam pertama Tari. Aku ingin memberi kesan yang terindah baginya. Anggaplah sepeti malam pertama.
“Ri maukah kamu jadi istri saya?” bisikku. Dia kaget menatapku.
“Kenapa kamu mentap beitu?”
“Tari takut dipermaikan, Mas” desanya
“Percayalah, aku akan selalu bersamamu” kataku. Diapun diam dan semakin erat dekapannya didadaku
“Coba jawab Tari, mau ga kamu jadi istriku ?” dia memandang, lalu terdengar, “ Kan Tari masih sekolah Mas, masa harus putus sekolah”
“Ya maksudnya mulai sekarang anggaplah kita suami istri dan begitu kamu lulus kita akan menikah.” Kataku. Dia pun semakin mengawang-awang tak menjawab kecuali pasrah saat kembali bibirnya kucium. Sekarang semakin mesrah dan mesrah sekali. Cium demi ciuman bibirku disambutnya dengan amat mesra, tidak liar, Terkadang bibirku menyapu lehernya yang jenjang. Diapun membalas dengan pejaman mata dan desahan sementara kedua tangannya erat memegang kepalaku saat ku kecup bagian belakan telinganya. Dia tak merasakan sedikitpun saat jari tengah dan ibu jari tangan kananku membuka kancing rok abu-abunya yang tak bergesper. Bahkan saat kuturun retseletingnya dia hanya mendesah saja, kecupan bibirku kadang di dada, leher, balahan dadanya, di telingan dan bibirnya. Rok itu tidak segera turun karena tertahan himpitan tubuh kami yan saling berpelukan. Dengan tangan pula kukubuka kancing baju kemejaku hingga terlepas dari tubuhku. Saat itu pula, turun pula roknya ke lantai saat aku melepas bajuku. Tari yang menyadari dadaku, sekarang terbius dengan dadaku yang bidang. Bahkan merebahkan kepala pas ke dadaku dan kusambut dengan pelukan mesrah dan romantis. Kembali kami berciuman dan kubelai rambutnya, punggungnya dan turun ke bawah mengelusi pinggulnya yang tetutup celana dalamnya yang berwarna merah terang, sepeti merahnya bendera Indonesia. Saat tangan kananku meraba dan meremas pantat yang berlapis cd merah dia baru menyadari kalau roknya sudah di ujung kaki. Spontan bibirnya melepas kecupan dari bibirku dan ingin mengambil roknya di lantai dan memakainya kembali .Tapi kedua tanganku dengan sigap mencegahnya dan memeluknya kembali Read the rest of this entry »